RAPOR HILANG = “BENCANA”

reynaldi (kanan) dengan teman 'barunya'. reynaldi terlihat jauh lebih besar karena usianya memang jauh diatas tema-teman 'barunya'

reynaldi (kanan) dengan teman ‘barunya’. reynaldi terlihat jauh lebih besar karena usianya memang jauh diatas tema-teman ‘barunya’

Baru-baru ini kita telah mendengar kasus tentang Reynaldi, anak SD kelas 5 yang harus mengulang studinya dari kelas 1 SD lagi hanya karena kasus yang sangat sepele, rapor yang hilang. Ironis memang. Betapa tidak, selain rugi secara materiil, Reynaldi pasti merasakan tekanan psikologis yang sangat kuat karena hal tersebut. Dia harus sekelas dengan adiknya dan mengulang semua mata pelajaran yang ada.

Penanganan yang telah di lakukan pada kasus Reynaldi tersebut baru dari pihak orang tua siswa, Ibu Jumriani.   Dia mendatangi pihak sekolah untuk mengklarifikasi soal rapor yang hilang itu. Jumriani yakin putra sulungnya itu sudah mengembalikan rapor tersebut ke sekolahnya. Apalagi, dia sempat melihat nilai dan rankingnya sebelum menyerahkan rapor tersebut kepada Aldi. Tapi pihak sekolah bersikukuh bahwa rapor tersebut sudah hilang. Awalnya, Jumriani mengira kehilangan rapor itu seharusnya bukan masalah besar. Pasalnya, pihak sekolah pasti memiliki arsip nilai Reynaldi. Namun ternyata pihak sekolah tidak memiliki arsip putranya. Yang lebih parah, nomor induk Aldi juga tidak ada dalam data base sekolah.

Jumriani kemudian menghadap ke Dinas Pendidikan Makassar untuk mengadukan masalah yang dialaminya. Tapi dinas enggan menerimanya dengan alasan tidak ada pengantar dari pihak sekolah, padahal pihak sekolah mengaku semua arsip Reynaldi berada di Dinas Pendidikan Kota Makassar dan Balaikot . Jumriani kembali lagi ke sekolah untuk mendapatkan surat pengantar tersebut. Tetapi pihak sekolah tidak memberikannya karena alasan sekolah sedang sibuk menangani ujian kenaikan kelas.

Perlakuan tersebut tidak membuat usaha ibu tiga anak ini surut. Dia mencoba “menembus” level yang lebih tinggi, Walikota Makassar. Sayangnya, balaikota tidak merespon keluhannya. Dia kembali ke SD KIP Barabaraya lagi untuk kesekian kalinya. Kali ini untuk mempertegas status putranya. Namun pihak sekolah tetap menyatakan Aldi bermasalah karena telah kehilangan rapor, kehilangan arsip nilai dan kehilangan nomor induk.

Jumriani akhirnya memutuskan untuk memindahkan anaknya dari SD KIP Barabaraya, Kota Makassar, ke SD Inpres Taengtaeng, Kabupaten Gowa. SD Inpres Taengtaeng memang merupakan sekolah terdekat dari kediamannya. Jumriani sempat berharap, pihak sekolah dapat menerima anaknya dan menempatkannya di kelas 5. Namun, SD Inpres Taengtaeng menolak permintaannya. Masalahnya, Aldi harus membuktikan telah menyelesaikan kelas 4 dengan rapor (yang memuat nilai induk siswa) dan surat pindah. Tanpa rapor dan surat pindah tersebut, Aldi sama saja pendaftar baru lainnya.

Penzaliman yang dilakukan kepada Reynaldi oleh pihak-pihak yang tak bertanggung jawab tesebut jelas membuktikan bahwa lembaga sekolah belum mampu menjalankan perannya sebagai lembaga pendidikan yang berfungsi sebagai tempat belajar, sebagai wahana untuk mengembangkan potensi peserta didik sekaligus sebagai tempat untuk menanamkan nilai-nilai karakter yang salah satunya adalah nilai-nilai humanisme. Kesalahan yang dilakukan oleh siswa seharusnya disikapi dengan arif dan bijaksana, bukan dengan cara-cara yang tidak humanis.

 

Buku Induk

Buku induk merupakan dokumen yang sangat penting untuk disimpan dan didokumentasikan, sehingga data tersebut tetap ada kapan saja dibutuhkan, walaupun siswa tersebut tidak tamat belajar. Data lengkap dan akurat merupakan bukti tertib administrasi, sekalipun mungkin oleh sebaagian orang data siswa tersebut dianggap sepele, tetapi, pada kasus-kasus tertentu bukti keterangan dari masing-masing siswa (peserta) akan sangat berguna.

Seperti pada kasus hilangnya rapor Reynaldi, kunci pada kasus ini merupakan buku induk sekolah, karena data yang menyebutkan Reynaldi telah menempuh pendidikan di sekolah tersebut seperti rapor telah hilang. Seharusnya pihak sekolah tidak bisa cuci tangan atas kasus tersebut. Bagaimana tidak, buku induk merupakan buku wajib dalam prasyarat utama pendataan administrasi siswa yang di simpan dalam arsip sekolah, tidak bisa beralasan diserahkan kepada dinas pedidikan setempat atau alasan yang lainnya. Usaha yang bisa di lakukan untuk menangani kasus tersebut adalah dengan mencari data yang berhubungan dengan kejelasan status sebagai siswa yang telah bersekolah di sekolah itu untuk beberapa tahun. Tentu saja, seharusnya track record nya bisa di telusuri baik di sekolah maupun di dinas pendidikan setempat. Contohnya bisa dari nilai ujian kenaikan kelas murni yang biasanya di buat oleh dinas pendidikan dan di koreksi langsung dengan scanner. Tentu saja dari hasil ujian yang langsung  akan menyebutkan siapa nama pemilik nilai tersebut. Hal ini seharusnya bisa di jadikan bukti bahwa anak tersebut telah menempuh pendidikan sampai kelas berapa.

Tindakan preventif yang bisa di lakukan oleh sekolah adalah dengan menerapkan sistem administrasi dan informasi sekolah berbasis web. Hal ini untuk menanggulangi masalah-masalah administrasi sekolah yang bisa muncul misalnya hilangnya rapor atau buku induk karena kebakaran, banjir, atau hal-hal lainnya.

Leave a comment